Pematangsiantar (Satu Nusantara News) – Ketua Umum Gerak 08, Revitriyoso Husodo, mengatakan
bahwa wacana mengenai revisi Undang-Undang (UU) TNI ini, sebenarnya telah berlangsung cukup lama, namun baru menjadi perdebatan terbuka saat ini.
“Kegiatan diskusi ini bertujuan untuk membahas secara terbuka mengenai revisi UU TNI yang telah disahkan,” ucap Husodo, dalam sambutannya ketika membuka kegiatan Diskusi Publik bertajuk “Quo Vadis UU TNI” yang diselenggarakan oleh Organisasi Gerak 08 di Pematangsiantar,Sabtu (12/04).
Ia mengajak seluruh peserta untuk tidak melihat revisi ini sebagai ancaman, melainkan sebagai ruang refleksi untuk memperkuat posisi TNI sebagai kekuatan negara yang profesional dan dekat dengan rakyat.
Sementara, pemaparan materi yang disampaikan oleh narasumber Ketua Gerak 08 Wilayah Sumut, Torop Sihombing, menjelaskan bahwa Gerak 08 bukanlah kelompok yang anti militer, justru melihat TNI sebagai pilar utama kekuatan bangsa.
Ia menyatakan TNI adalah simbol kekuatan dan kedaulatan negara.”Jangan pernah kita biarkan upaya-upaya politik yang ingin memecah belah antara TNI dan rakyat. Revisi UU TNI harus dilihat sebagai upaya memperjelas tugas dan fungsi TNI di tengah tantangan global yang semakin kompleks,” ucap Torop.
Pemateri lainnya, Dekan Fakultas Hukum USI, Dr. Sarles, SH, MH, memberikan pandangan akademik bahwa UU TNI perlu disesuaikan dengan dinamika politik dan kebutuhan strategis negara.
Ia menyampaikan, bahwa revisi ini adalah keniscayaan. “Namun, kita harus meletakkan pengaturan itu dalam bingkai konstitusional. TNI harus tetap berada di bawah kendali sipil, namun juga perlu ruang gerak yang cukup untuk menjalankan tugas negara. Profesionalisme TNI adalah kunci, dan pengawasan adalah pengimbang,” kata Sarles.
Ketua Ikatan Advokat Indonesia Cabang Siantar, Dame Jonggi,SH, mengatakan sebagai praktisi hukum, ia mengingatkan pentingnya akses hukum yang adil bagi semua pihak, termasuk bagi anggota TNI yang menduduki jabatan sipil.
“Kita semua sama di mata hukum. Jika memang ada pasal-pasal yang dianggap merugikan atau multitafsir, jalur Judicial Review di Mahkamah Konstitusi adalah jalan yang konstitusional. Jangan kita saling curiga, karena TNI bukanlah musuh kita, melainkan saudara kita dalam menjaga negeri ini,” jelas Jonggi.
Kemudian, Koordinator ISMEI Wilayah Sumut–Aceh, Randa Wijaya, menyampaikan perspektif mahasiswa dan generasi muda, dengan penekanan pada keberpihakan terhadap rakyat.
“Kami tidak menolak TNI, kami hanya ingin memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat, termasuk revisi UU TNI, tidak menjauh dari kepentingan rakyat. TNI harus tetap berpihak pada petani, buruh, mahasiswa dan seluruh elemen masyarakat kecil,” ucap Randa.
Dalam kegiatan diskusi tersebut, juga diadakan tanya jawab dari peserta kepada narasumber, yakni pertanyaan yang disampaikan U. Nababan, bagaimana sistem penganggaran apabila personel TNI aktif menduduki jabatan sipil?. Dari mana anggaran operasionalnya berasal?. Tanggapan dari Dr. Sarles, mengatakan bahwa hal ini perlu pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah atau Keputusan Presiden.
“Jika TNI aktif masuk ke jabatan sipil, maka pembiayaannya haruslah jelas dan terpisah dari anggaran pertahanan. Jangan sampai tumpang tindih. Ini memerlukan transparansi dan pengawasan,” jelas Sarles.
Selanjutnya, pertanyaan dari Yudha Situmorang, bagaimana nantinya perlakuan hukum apabila TNI aktif yang menduduki jabatan sipil terlibat masalah hukum? Tanggapan dari Dame Jonggi, menjelaskan bahwa personel TNI yang menduduki jabatan sipil harus tunduk pada yurisdiksi hukum umum.
“Selama berada di posisi sipil, maka dia harus bertanggung jawab secara hukum seperti warga negara sipil lainnya. Jika tidak demikian, maka kita akan menciptakan kekebalan hukum yang tidak sehat,” ucap Jonggi.
Selain itu, pertanyaan dari Bobi Sihite, apa dampak positif dan negatif dari disahkannya UU TNI ini terhadap masyarakat umum?.Tanggapan Randa Wijaya, menjawab bahwa secara positif UU ini dapat memperkuat struktur pertahanan nasional dan keterlibatan TNI dalam penanggulangan bencana serta konflik sosial. Namun secara negatif, jika tidak dikontrol, ada potensi over-eksposur militer dalam ranah sipil.
“Itu sebabnya penting ada keterbukaan publik dan partisipasi masyarakat sipil dalam setiap implementasi kebijakan yang melibatkan TNI,” ujar Randa.
Tujuan Kegiatan ini adalah memberikan ruang dialog terbuka kepada masyarakat dari berbagai kalangan, seperti akademisi, mahasiswa, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan praktisi hukum untuk menyampaikan pandangan terhadap perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Mendorong pemahaman yang komprehensif terhadap substansi revisi UU TNI yang telah disahkan, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau penafsiran yang keliru di tengah masyarakat.
Menumbuhkan kesadaran publik tentang pentingnya sinergi antara TNI dan masyarakat sipil dalam menjaga stabilitas nasional, dengan mengedepankan prinsip demokrasi dan supremasi hukum.
Mengurangi potensi pergesekan dan konflik sosial akibat perbedaan pandangan atau informasi yang tidak utuh mengenai isi dan maksud dari revisi UU TNI.
Menegaskan posisi TNI sebagai alat negara yang profesional, netral, dan tunduk kepada kebijakan sipil yang sah, serta membuka ruang kritik dan kontrol yang konstruktif dari masyarakat terhadap pelaksanaan tugas TNI di lapangan.
Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyikapi perubahan UU TNI secara rasional, elegan, dan proporsional melalui forum-forum diskusi, bukan dengan cara konfrontatif atau provokatif.
Meningkatkan partisipasi masyarakat sipil dalam proses evaluasi kebijakan nasional di bidang pertahanan, guna memperkuat legitimasi publik terhadap peran TNI dalam konteks demokrasi dan ketahanan nasional.
Sementara itu, notulen sepakat dalam hasil diskusi tersebut, yakni perlunya penguatan peran publik dalam proses legalisasi UU TNI, reformasi peradilan militer, tuntutan keterbukaan publik dalam proses pengesahan UU, penguatan peran TNI dalam menjaga wilayah perbatasan dan ketahanan nasional, pengawasan masyarakat sipil terhadap pelaksanaan UU TNI, dan profesionalisme TNI dalam menjalankan tugas-tugas negara
Berdasarakan hasil analisa, bahwa kegiatan ini merupakan bentuk edukasi kepada masyarakat bahwa revisi UU TNI bukanlah ancaman, namun bentuk penyesuaian terhadap kebutuhan pertahanan dan keamanan negara.
Dari penyampaian narasumber, terlihat bahwa peserta menjadi lebih memahami substansi perubahan UU TNI dan kepentingannya bagi stabilitas nasional.
Diskusi publik tersebut dihadiri oleh 80 orang peserta terdiri atas Tokoh Pemuda, Perwakilan Serikat Buruh, Tokoh Masyarakat, Pegiat Sosial, Tokoh Adat dan Budaya, Insan Pers, Yuda Cristian (Ketua LMND USI), dan Fauzan Pasaribu (Ketua BEM Fakultas Ekonomi USI) dengan penanggung jawab kegiatan adalah Ketua Gerak 08 Wilayah Sumut, Torop Sihombing.
Tokoh yang hadir, yakni Revitriyoso Husodo (Ketua Umum Gerak 08), Torop Sihombing (Ketua Gerak 08 Wilayah Sumut), Dr. Sarles, S.H., M.H. (Dekan Fakultas Hukum USI), Dame Jonggi, S.H. (Ketua Ikatan Advokat Indonesia Cabang Siantar), Randa Wijaya (Koordinator ISMEI Wilayah Sumut–Aceh). (Rel)
Satgas Yonif 642/Kps laksanakan kegiatan mengajar di SD Negeri Papua Barat
Teluk Bintuni (Satu Nusantara News) - Personel TNI dari Satgas Yonif 642/Kps Pos Kamundan melaksanakan kegiatan mengajar dan wawasan kebangsaan...