Lahewa (Satu Nusantara News) – Ustadz Hasan Akhfasy, adalah seorang relawan asal Bandung pendiri Taman Pendidikan Quran (TPQ) gratis di Kabupaten Nias Utara, Sumatera Utara.
Ustadz Hasan berasal dari Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Hasan Akhfasy mengawali karirnya menjadi seorang relawan di salah satu organisasi Kemanusiaan di Bandung. Pada tahun 2005, tepatnya 12 Mei 2005 beliau ditugaskan menjadi relawan di Pulau Nias.
“Saya tidak mengetahui sama sekali Pulau Nias itu dimana. Saya gak tahu sama sekali, jadi saya berangkat dari Jakarta waktu itu, sama tim cuma bilang, nanti dijemput di Medan, gitu aja,” ujar Ustadz Hasan, di kediamannya di Lahewa, Senin (28/10).
Hasan menjelaskan, pertama kali sampai di Kepulauan Nias dijemput sama Tim Kemanusiaan dari Jakarta berangkat dari jam 08.00 WIB sampai di Lahewa sekira pukul 17.00 WIB. Kondisi jalannya pasca gempa semua jembatan putus, tiang listrik tumbang ke jalan.
Gempa bumi di Pulau Nias pada tanggal 28 Maret 2005 menyisakan begitu banyak kenangan bagi masyarakat Pulau Nias. Menurut data yang diambil dari berbagai sumber, ada 915 orang meninggal dunia dan ribuan orang kehilangan tempat tinggalnya. Sebagian masyarakat memilih mengungsi ke luar Pulau Nias di Sibolga dan tempat lain di luar Pulau Nias.
Berbagai bantuan berdatangan dari dalam dan luar negeri. Namun yang mengejutkan bantuan datang 1 tahun
setelah kejadian Gempa Magnitudo yang berkuatan 8.6 menurut catatan BMKG tersebut.
Ustadz Hasan mengungkapkan kondisi Lahewa saat itu sangat sepi. Ditambah lagi listrik padam dan tidak ada alat komunikasi yang bisa digunakan saat itu.
“Tidak ada listrik, handphone dan saya tinggal di tenda selama 1 tahun,” ujarnya.
Saat jadi relawan di tahun 2005 Ustadz Hasan sudah mulai mengajar mengaji di kalangan anak-anak hingga kontrak kerjanya berakhir. Tahun 2007 Hasan berniat meninggalkan Nias Utara. Namun melihat kondisi masyarakat yang sangat membutuhkan tokoh agama saat itu, dimana tidak ada satupun Guru Bahasa Arab membuat Ustadz Hasan memutuskan untuk menetap di Nias Utara dan kembali mengajar di Taman Pendidikan Quran (TPQ).
“Pada tahun 2005 di Lahewa sudah berdiri beberapa madrasah diantaranya, MIS Muhammadiyah Lahewa, MIS NU II Lahewa, MTs.S.PN Lahewa, MAS Lahewa, RA NU Lahewa. Namun tidak ada satupun yang Guru Bahasa Arabnya, itu yang membuat saya memutuskan untuk tetap tinggal disini,” ucapnya.
Meski dengan kondisi yang serba kekurangan Ustadz Hasan tidak memungut biaya sepeserpun kepada peserta didiknya sejak pertama kali dirinya mengajar mengaji hingga saat ini.
“Saya ikhlas mengajari mereka mengaji di TPQ,” katanya.
Sore menjelang Shalat Ashar terdengar suara azan berkumandang. Ustadz Hasan bergegas menuju masjid untuk melaksanakan Shalat Ashar. Setelah selesai Shalat Ashar menuju rumah Ustadz Hasan dan murid-murid TPQ sudah menunggu di teras rumah.
“Beginilah keadaannya, memang bangunan TPQ belum ada, kami mengaji di teras rumah ini,” ujar Ustadz Hasan.
Namun, yang paling mengejutkan bahwa rumah yang dimiliki Ustadz Hasan saat ini juga sebagian besar hasil dari sumbangan masyarakat.
“Rumah saya ini saja sebagian besar dari pemberian masyarakat, ada yang kasih pasir, papan. Kalau di pikir-pikir uang dari mana saya bisa bangun rumah,” jelasnya.
Ustadz Hasan, memiliki motivasi hidup untuk tetap menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain walau dalam keadaan bagaimanapun.
Ditengah keterbatasan sarana dan prasarana semangat mencerdaskan anak bangsa tetap terpancar dari Ustadz Hasan. Dari pengakuan Ustadz Hasan selain mengajar TPQ, beliau juga membuka bimbingan gratis untuk siswa-siswinya yang ingin melanjutkan sekolah ke pesantren.
“Saya juga membuka bimbingan khusus kepada siswa-siswi yang ingin melanjutkan study mereka ke pesantren-pesantren, dan menjembatani mereka menuju pesantren yang mereka impikan,” kata Ustadz Hasan.
Ustadz Hasan menambahkan, setiap tahun siswa selalu bertambah. Dari tahun 2005 jumlah siswa kurang lebih 8 orang dan bertambah setiap tahun. Saat ini jumlah siswa TPQ kurang lebih 60 orang yang dibagi dua kelompok belajar, 30 orang mengaji setelah Shalat Ashar dan sisanya mengaji setelah Shalat Magrib.
“Saya mengratiskan biaya sekolah di TPQ ini karena melihat kondisi ekonomi masyarakat di sini. Sebagian besar pekerjaan orang tua mereka bekerja sebagai nelayan, tukang bangunan, dan serabutan,” katanya.
Ustadz Hasan berharap kedepannya memiliki tempat tersendiri untuk melaksanakan pembelajaran TPQ ini, serta dengan keterbatasan guru mengaji ada perhatian dari pemerintah untuk bisa memberikan insentif kepada guru mengaji sehingga pembelajaran tetap berjalan dengan semestinya. (Rel).
.
Kanwil Kemenag Sumut gelar Sosialisasi Kehumasan pada Satker KUA se-Sumut
Medan (Satu Nusantara News) - Tim Humas, Komunikasi Publik, Data, dan Informasi (Tim HKPDatin) Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera...