Pulau-Pulau Batu, Nias Selatan (Satu Nusantara News) – Suka duka yang dialami Ian Maisa Sembiring (41) saat menjadi Penghulu dan juga merangkap sebagai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pulau-Pulau Batu, Kabupaten Nias Selatan (Nisel), Sumatera Utara (Sumut).
Maisa menceritakan awal dirinya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) bermula tahun 2006, setelah menyelesaikan pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara. Pada tahun 2007, akhir dibukanya pelamaran CPNS oleh Kementerian Agama di beberapa wilayah Kabupaten di Sumut, salah satu diantaranya adalah Kabupaten Nisel.
Mengingat istilah pribahasa, yakni “Sambil Menyelam Minum Air”, dengan niat mengadakann silaturahim dengan keluarga di Pulau Nias, Maisa mencoba mengikuti tes CPNS di Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nisel.
“Alhamdulillah, dari satu orang yang dibutuhkan pada formasi Pengadministrasian Umum, saya diterima jadi PNS dan diterbitkan SK TMT 01 Januari 2008,” ucap Maisa, saat bincang-bincang di Kabupaten Nisel, Selasa (11/02).
Maisa yang panggilan akrabnya Pak KUA menyebutkan, awal bertugas di Pulau- Pulau Batu pada tahun 2015, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Nisel menawarkan ia menjadi Kepala KUA Kecamatan Pulau-Pulau Batu. Dikarenakan selama ini Kepala KUA Pulau- Pulau Batu selalu dijabat rangkap oleh kepala KUA Teluk Dalam karena kekurangan pegawai.
“Awalnya saya, mencoba menolak karena tugas sebagai penghulu adalah pekerjaan yang tidak saya bidangi. Saya juga sadar bahwa tugas sebagai Kepala KUA adalah tugas yang cukup berat terlebih ilmu agamanya harus lebih baik dan mumpuni. Sementara saya tidak memiliki kapabilitas dalam hal itu, walaupun lulusan IAIN Sumut, saya tidak memiliki latar belakang pendidikan keagamaan sebelumnya, saya bukan anak madrasah apalagi pondok pesantren, hanya lulusan SMA jurusan IPA. Akhirnya saya menerima tugas tersebut untuk melaksanakan pengabdian dalam melayani masyarakat dan menunjukkan kehadiran Kementerian Agama khusus KUA di Kecamatan Pulau-Pulau Batu,” ujarnya.
Ia menjelaskan, wilayah kerja KUA Pulau- Pulau Batu, meliputi tujuh Kecamatan yang tersebar di banyak pulau, sehingga ada istilah julukan “101 Pulau”.
KUA Kecamatan Pulau-Pulau Batu memiliki Tipologi D2, yakni KUA Kecamatan yang berada di daerah terluar, terisolir dan terpencil (3T) dan juga berada di daerah perbatasan kepulauan. Oleh karena itu akses tranportasi yang digunakan antara lain kapal, boat atau perahu, dimana wilayah terjauh itu ada di Kecamatan Hibala dan Kecamatan Simuk yang waktu tempuhnya dapat mencapai 5 hingga 6 jam perjalanan dengan menggunakan kapal.
Maisa mengaku menjadi tantangan baginya menjadi Penghulu di Kecamatan Pulau- Pulau Batu. “Alasan saya masih bertahan sebagai penghulu adalah selama ini banyak pernikahan di Pulau-Pulau Batu yang belum tercatat, sehingga di awal saya bertugas mendapat laporan banyak desa yang warganya tidak punya dokumen buku nikah,” ujarnya.
Ia mengatakan, akhirnya dijalin kerja sama dengan Pengadilan Agama (PA) Gunungsitoli untuk menyelesaikannya dengan Sidang Itsbat Nikah, hingga saat ini sudah empat kali PA Gunungsitoli melaksanakan sidang dengan jumlah pasangan yang telah mendapatkan Buku Nikah melalui Itsbat berjumlah kurang lebih 200 pasang.
Pengalaman dalam melaksanakan tugas yang mungkin berbeda dengan penghulu di KUA Kecamatan dengan tipologi selain D2 adalah ketika melakukan pencatatan Nikah di pulau lain maka sebagai penghulu harus siap berada di pulau itu setidaknya tiga hari, keberangkatan sebelum hari pelaksanaan, hari pelaksanaan dan hari kembali setelah pelaksanaan, dengan catatan cuaca bagus, bila cuaca kurang bagus ada badai maka berada dipulau itu dapat lebih dari tiga hari.
“Pernah ketika sedang melaksanakan pencatatan Nikah dalam perjalanan terjebak kondisi cuaca badai sehingga membuat jantung yang berdebar cukup kencang dan membayangan akhirat semakin dekat,”ucap Maisa sambil tertawa lucu.
Maisa juga menambahkan pengalaman tak terlupakan saat momen pernikahan calon pengantin di Pulau Bais Kecamatan Pulau- Pulau Batu Timur yang harus di tempuh dengan perjalanan laut menggunakan kapal kayu selama tiga jam, dilanjutkan menaiki perahu kecil dikarenakan kondisi laut yang surut di siang hari sehingga tidak memungkinkan menggunakan kapal kayu besar untuk mencapai bibir pantai.
“Kami harus menghabiskan waktu satu malam di pulau ini untuk dapat kembali pulang ke Pulau Telo esok harinya, karena alasan transporasti yang terbatas dan kalau cuaca bagus, jika cuaca tidak memungkinkan bisa jadi dua atau lima hari baru bisa kembali Pulau Telo,” katanya.
Pria yang dikenal hoby main sepak bola dan main futsal ini menyampaikan walaupun bertugas daerah terpencil, namun dirinya tetap melaksanakan tugas dengan ikhlas dan penuh semangat, serta tak pernah surut demi mengabdi kepada negara memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Maisa mengharapkan Kementerian Agama agar menambah pegawai penghulu yang mumpuni di KUA Pulau- Pulau Batu dan juga Penyuluh Agama yang berkompeten karena wilayah kerja yang cukup luas dan masyarakat yang masih sangat membutuhkan bimbingan keagamaan di Pulau- Pulau Batu ini.
“Perlu juga diadakan Nomenklatur KUA Kecamatan baru bagi kecamatan lain, sehingga warga atau petugas KUA tidak harus menempuh jarak yang cukup jauh dalam menjalankan tugas,” kata Kepala KUA Kecamatan Pulau-Pulau Batu.(Rel).