Medan (Satu Nusantara News) – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Utara, Idianto menegaskan pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) senilai Rp 24 miliar yang baru menetapkan dua orang tersangka terkait penggunaan dana penanggulangan pandemi COVID-19 pada Dinas Kesehatan Sumut, murni penegakan hukum.
“Dapat kami pastikan bahwa pengusutan kasus dugaan korupsi mantan Kadis Kesehatan Sumut dan rekanan murni penegakan hukum. Tidak ada kaitannya dengan politik (Pilkada dan lainnya),” kata
Kejati Sumut Idianto, Kasi Penkum, Yos A Tarigan, saat dihubungi wartawan, Sabtu (16/03).
Menurut Yos, pengusutan kasusnya ini telah berlangsung lama. Dari tahun 2023 penyelidikannya (lid) kemudian ditemukan dua alat bukti. Sehingga pengusutan kasusnya ditingkatkan ke tahap penyidikan (dik).
Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumut, kemudian menetapkan dua tersangka yakni dr AMH, Kepala Dinas Kesehata Provinsi Sumut sekaligus Pengguna Anggaran (PA) dan rekanan/swasta RMN.
“Kasus tersebut merupakan pengembangan dari laporan atau pengaduan masyarakat. Dan jika tidak ada pengaduan masyarakat yang masuk, tidak kita kembangkan. Di tingkat dik juga berproses,” ucapnya.
Kasi Penkum mengatakan tim penyidik Pidsus Kejati Sumut kemudian berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak ke mana saja aliran dana keuangan negara dikarenakan kedua tersangka tidak mau berterus terang atau tidak kooperatif.
Karena, PPATK yang dinilai paling paham dan memiliki kewenangan untuk menelusuri transaksi keuangan yang mencurigakan.
“Tim penyidik Pidsus sedang berkoordinasi dengan pihak PPATK untuk mendapatkan fakta serta data yang dibutuhkan. Untuk perkembangan lebih lanjut akan disampaikan ke media. Pimpinan juga sebelumnya menghimbau kepada pihak-pihak yang menerima aliran dana dari dugaan korupsi tersebut agar segera mengembalikannya ke tim penyidik,” kata Yos A Tarigan.
Sebelumnya, tim penyidik Pidsus Kejati Sumut, Rabu (13/03) telah menetapkan Kadis Kesehatan Provinsi Sumut dr AMH dan RMN rekanan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penggunaan dana COVID-19 kemudian dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) berbeda yakni Pancurbatu dan Rutan Labuhan Deli.
“Terkait dugaan penyelewengan dana dan mark-up Program Pengadaan Penyediaan Sarana, Prasarana dan Peralatan Pendukung COVID-19 berupa Alat Perlindungan Diri (APD) Tahun Anggaran (TA) 2020, kata Kajati Sumut, Idianto, dalam keterangannya.
Penahanan kedua tersangka, jelas Idianto didampingi Aspidsus Iwan Ginting dan Kasi Penkum Yos A Tarigan, dalam rangka efektivitas proses penyidikan, serta berdasarkan pertimbangan obyektif dan subyektif sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Hukum Acara (KUHAPidana).
Kronologis perkaranya adalah pada tahun 2020, telah diadakan pengadaan APD (Alat Pelindung Diri) dengan nilai kontrak sebesar Rp39.978.000.000, salah satu rangkaian dalam proses pengadaan tersebut adalah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Dalam penyusunan RAB yang ditandatangani oleh tersangka dr AMH diduga tidak disusun sesuai dengan ketentuan, sehingga nilai dalam RAB tersebut terjadi pemahalan harga/ mark up yang cukup signifikan.
Kemudian, dalam pelaksanaannya RAB tersebut diduga diberikan kepada tersangka RMN (pihak swasta/rekanan), sehingga tersangka RMN membuat penawaran harga yang tidak jauh berbeda dari RAB tersebut.
“Disamping itu, dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga selain terjadi mark up, juga ada indikasi fiktif, tidak sesuai spesifikasi serta tidak memiliki izin edar atau rekomendasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan bertentangan dengan Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2020 poin 5,” katanya.
Kajati menambahkan jenis pengadaan yang dilakukan berupa baju APD, helm, sepatu boot, masker bedah, hand screen dan masker N95.
Akibat perbuatan tersebut berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh tim audit forensik bersertifikat telah terjadi kerugian negara sebesar Rp24.007.295.676,80.
“Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana,” jelasnya.
Saat ditanya apakah ada kemungkinan tersangka baru dalam perkara ini, Kajati Sumut Idianto menyampaikan bahwa tim penyidik telah melakukan koordinasi dengan PPATK untuk melakukan pelacakan kerugian negara mengalir ke siapa saja. Tidak tertutup kemungkinan bakal ada tersangka baru.
347 Warga Binaan Pemasyarakatan di Sumut terima Remisi Khusus Waisak 2025
Medan (Satu Nusantara News) - Sebanyak 347 warga binaan Pemasyarakatan (WBP) di wilayah Sumatera Utara (Sumut) menerima Remisi Khusus (RK)...